BREAKING NEWS
www.karangmojo.net

Katakan Yang Benar Meskipun Pahit


Sebuah sabda Nabi saw yang sering dikutip oleh para mubaligh ialah ‘Qul al-Haqq wa law kana murran’ (katakana yang benar walaupun pahit). Sabda nabi memperingatkan kepada kita semua bahwa kebenaran harus ditegakan, meskipun dengan resiko yang berat. Sejalan dengan itu, sabda tersebut secara tersirat juga menunjukkan bahwa mengatakan sesuatu yang benar tidaklah selalu mudah, karena kebenaran yang kita ungkapkan itu dapat berakibat memakan atau mengena diri kita sendiri.
Maka sabda Nabi saw agar kita mengatakan yang benar meskipun pahit itu dapat diartikan agar kita mengatakan apa yang benar tentang diri sendiri atau tertuju kepada diri sendiri. Sebab umumnya orang memang merasa berat – atau terasa pahit – untuk mengungkapkan apa keadaan diri sendiri yang sesungguhnya. Misalnya, mengaku kesalahan diri sendiri sungguh tidak ringan. Karena itu kemampuan untuk mengakui kesalahan diri sendiri itu sudah cukup menunjukkan kebenaran jiwa dan keteguhan hati. Sebab hanya orang yang benar-benar mantap kepada harga dirinya sendiri saja yang sanggup dengan ringan mengakui kesalahannya jika dia memang salah. Karena rasa harga diri yang mantap itu maka suatu pengakuan akan kesalahan diri sendiri secara jujur tidak akan dirasakan sebagai ‘pengurangan’ akan harga diri tersebut.
Kita akan dapat memahami lebih baik sabda Nabi jika kita kaitkan dengan sabda lain dari belia yang hampir senada. Yaitu sabdanya, ‘Thuba li man syaghalahu aybuhu an uyub al-nas’ (Beruntunglah orang yang banyak mencari kesalahan diri sendiri, dan bukannya mencari-cari kesalahan orang lain). Seolah-olah Rasulullah mengingatkan kita semua akan kebenaran pepatah Melayu bahwa manusia itu begitu rupa berkenan dengan masalah kesalahan ini, sehingga ‘kuman diseberang lautan nampak, gajah bertengger dipelupuk mata tak nampak’, yang melukiskan betapa manusia sering mampu melihat kesalahan orang lain, biar sekecil apapun, namun lupa akan kesalahan sendiri, biar sebesar apapun. Bagi umumnya orang, mencari dan melihat kesalahan orang lain adalah ‘manis’, menyenangkan; sedangkan menyadari kesalahan diri sendiri adalah ‘pahit’, membuat pilu dihati. Jadi, peringatan Nabi agar kita mengatakan yang benar meskipun pahit akan lebih baik jika kita pahami dalam rangka peringatan beliau supaya kita lebih banyak menyadari kesalahan diri sendiri serta mawas diri, sebagaimana beliau sabdakan ‘Hasibu anfusakum qabla an tuhasabu’ (adakanlah perhitungan kepada diri kamu sendiri, sebelum kamu dibuat perhitungan – nanti di akhirat). Kita mengetahui bahwa kemampuan mawas diri adalah tangga bagi peningkatan kepribadian kita.
Kemampuan introspeksi diri memerlukan rasa keadilan. Hanya orang yang mempunyai rasa keadilan yang tinggi itu yang akan membuat kita sanggup melihat segi kelemahan diri sendiri dan mengakuinya, di samping sanggup melihat segi kelebihan orang lain dan mengakuinya. Berkaitan dengan ini ada pesan Ilahi dalam kitab suci, yang artinya ‘Wahai sekalian yang beriman! Jadilah kamu semua orang yang teguh memegang keadilan, sebagai saksi-saksi bagi Allah, sekalipun mengenai diri kamu sendiri, atau kedua orang tua dan kerabat’ (QS. Al-Nisa/4:135). Sungguh berat introspeksi, namun itulah jalan terbaik menuju peningkatan diri. [Dr. Nurcholis Madjid]
 
Copyright © 2009 FKRM NGAWIS